Kamis, 20 Mei 2010

NISAN BERDARAH

Cerita Rakyat
Antara Martapura dan Djohor
Mashor adalah pemuda yang bertempat tinggal
di desa yang sekarang sekitar Pekauman dan
Teluk Selong. Mashor berasal dari keluarga yang
miskin, tetapi mempunyai pendidikan yang
tinggi dan budi akhlaknya tinggi. Dia mempunyai
keahlian membaca Al-Quran yang sangat indah
didengar. Mashor sebagai orang yang tidak
mampu ikut bekerja di rumah Fatimah sebagai
pembantu.
Fatimah merupakan gadis dari keluarga kaya dan
tedrpandang. Mereka tinggal disebarang desa
Mashor, mungkin sekarang daerah Kampung
Melayu. merupakan keluarga pedagang yang
mempunyai hubungan dagang keluar daerah.
Terutama daerah Singapura.
Mashor sebagai pembantu mempunyai banyak
pekerjaan yang harus dilakukannya seperti
menimba air, memotong kayu, dan lain-lain.
Hari demi hari, bulan demi bulan, itu itu saja
yang dilakukannya untuk membiayai hidup dan
orang tuanya, Selama bertahun tahun Mashor
bekerja dirumah keluarga kaya itu, bahkan sejak
Mashor dan Fatimah masik kanak kanak,.
Waktu terus bergulir, Mashor dan Fatimah sama
sama berkembang tumbuh menjadi pemuda
dan gadis yang beranjak dewasa. Dan seiring
perkembangan itu membuat Fatimah dan
Mashor secara tidak sadar saling jatuh hati .
Tetapi karena Mashor pemuda yang cerdas,
membuat ia sadar bahwa dirinya tidak sepadan
dengan gadis pujaannya karena status sosial
yang sangat jauh berbeda, hingga keduanya
berupaya menjaga ketat kerahasiaan hubungan
percintaan mereka, membuat hubungan mereka
tidak diketahui oleh keluarga.
Orang tua Fatimah sangat menyadari kelebihan
yang ada pada diri pembantunya itu, dan
merekapun mengagumi pemuda itu, karena itu
maka secara diam diam ayah Fatimah selalu
memperhatikan pesuruhnya itu. Akhirnya Ayah
Fatimah menyadari bahwa antara anak gadisnya
ada hubungan istimewa dengan pemuda itu, lalu
secara diam diam ayah Fatimah bermaksud
menjodohkan Fatimah dengan Mashor.
Untuk meyakinkan dugaannya akan kebaikan
dan kemuliaan akhlak Mashor, , maka ayah
Fatimah mengatur siasat.
Suatu hari ia memanggil Mashor, ia suruh
Mashor menemani Fatimah malam nanti, karena
mereka suami isteri akan bepergian ke luar kota
Martapura. Lalu, sehabis asar, ayah Fatimah
bersama isterinya berangkat dengan kenderaan
kereta kuda,
Selama diperjalanan, ibu Fatimah memperotes
suaminya, kenapa ia suruh Mashor menemani
Fatimah, hanya berdua hingga malam hari lagi,
ibunya Fatimah sangat khawatir kalau kalau
terjadi hal hal yang tidak pantas antara mereka
berdua, mengingat mereka berdua sama sama
anak muda. Ayah Fatimah, tidak maladeni
omelan isterinya, bahkan ia hanya tersenyum
untuk meyakinkan isterinya.
Namun setibanya ditempat tujuan, setelah
beristirahat, menjelang magrib, ayah Fatimah
kembali ke Martapura seorang diri. Sampai di
Martapura, hari mulai agak gelap, ayah Fatimah
mendekati rumah secara sembunyi, dan
mengendap kebawah kolong rumah
panggungnya.
Sambil menahan gigitan nyamuk, ayah Fatimah
berusaha menahan diri agar keberadaanya tidak
diktahui oleh anak dan pembantunya itu. Ia
berusaha mengintip apa yang mereka lakukan,
sambil terus waspada, siap menyerbu jika saja
Mashor melakukan pebuatan tidak senonoh.
Waktu magrib tiba, ia mendengar obrolan ringan
antara Mashor dengan Fatimah, ia pasang telinga
mendekat kelantai rumah diatas kepalanya agar
dapat mendengarnya dengan lebih jelas,
Ading Timah ! Unda handak sambahyang
magrib, ayu kita baimaman ( Dik Fatimah, aku
mau sholat magrib, mari kita berjamamah ),
Enggeh Ka Mashor, tapi kita kada boleh baduaan
sakamar ( ya Kak Mashor, tapi kita tidak boleh
berdua saja dalam satu kamar )
Kada usah kita sakamar, Nyawa buka haja
lawang tu supaya kamar kita tasambung, Unda
sambahyang disini Nyawa disana ( tidak usah
sekamar, cukup buka pintunya saja agar dua
kamar ini terhubung, aku disini, kamu disana)
Mereka sholat magrib berjamaah tapi tetap
dikamar masing masing. dilanjutkan dengan
wirid dan do a. Usai sholat, kedua anak muda itu
pun melanjutkan pembicaraan, sayup
kedengaran kebawah kolong rumah, karenanya
ayah Fatimah sekali lagi harus mendekatkan
telinganya kelantai rumah diatas kepalanya,
hingga pembicaraan anak dan pembantunya itu
cukup jelas didengarnya, keduanya
mengungkapkan perasaan hatinya dari kamar
masing masing.
Fatimah, dan Mashor berjanji untuk dapat hidup
bersama, sama sama berusaha menyingkirkan
apapun halangan yang akan mereka alami
nantinya, keduanyapun saling bersumpah setia,
dan dalam ucapan janjinya Mashor pun
menambahkan dengan kalimat “Ashadu allailaha
illallah”…. Dan Fatimah menyambungnya dengan
kalimat “Asyhadu annna
Muhammadarrasulullah” Baik Mashor maupun
Fatimah, sama sama berdo a dalam hatinya,
agar tidak dimatikan oleh Allah sebelum
dipersatukannya bagaikan bersatunya dua
kalimat syahadat yang mereka ucapkan.
Setelah itu sudah nampak jelaslah bagi ayah
Fatimah, bagaimana mulianya akhlak Mashor,
yang ternyata sangat dicintai oleh anak gadisnya,
jangankan menyentuh perempuan yang bukan
muhrimnya, untuk sholat berjamaah saja ia tidak
mau berduaan dalam satu kamar dengan gadis
yang dicintainya.
Ayah Fatimah buru buru mengendap endap
keluar kolong, pergi meningalkan rumah itu, dan
kembali keluar kota, secepatnya agar bisa sholat
magrib sebelum habis waktunya.
Usai sholat magrib, ia panggil isterinya, ia
ceritakan apa yang didengarnya, dan ia
meyakinkan isterinya bahwa Mashor
pembantunya itulah pemuda yang sangat cocok
untuk jodoh anak mereka Fatimah, karena sudah
teruji kejujuran dan kemuliaan akhlaknya.
Waktupun berlalu, Mashor tetap bekerja
sebagaimana biasa, tapa ada yang menyadari
perihal hubungan asmara antara dirinya dengan
anak majikannya, bahkan keduanya tidak
menyadari klau kedua orang tua Fatimah sudah
mengetahuinya.
Suatu hari, datanglah sepucuk surat dari
Pengadilan Agama Malaysia, isinya
memberitahukan bahwa seorang laki laki yang
berasal dari Martapura telah meningal dunia,
meninggalkan sebidang kebun karet di wilayah
Johor, tanpa ada ahli warisnya di Malaysia.
Menurut pihak Pengadilan, setelah melakukan
penelitian , ternyata ahli waris satu satunya dari
orang yang meninggal itu adalah bernama
Mashor yang tinggal di Martapura, dan saat itu
harga karet sedang bagus bagusnya.
Mashorpun bermaksud berangkat ke Johor
untuk mengurus harta warisan yang
diperolehnya. Ia berpamitan kepada majikannya,
termasuk kepada Fatimah gadis yang dicintainya.
Saat Mashor berpamitan, Fatimah berjanji untuk
menunggunya, dan Mashor selesai urusannya di
Johor segera kembali dan suatu saat akan
melamarnya. Sebelum berangkat, mashor
bermohon diri kepada segenap anggota keluarga
itu,
Berselang beberapa waktu setelah kepergian
Mashor ke Malaysia, meletus konfrontasi antara
Indonesia dan Malaysia, seiring dengan itu
Mashor pun tidak ada kabar beritanya lagi.
Suatu hari datanglah utusan dari keluarga kaya
bernama Muhdar yang masih ada hubungan
keluarga dengan Fatimah, membawa kabar
bahwa keluarga itu hendak badatang (melamar)
Fatimah.
Mengingat sudah sekian lama orang tua Fatimah
tidak mendengar kabar tentang keberadaan
Mashor seeiring meletusnya konfrontasi, maka
kedua orang tua itu berusaha membujuk
Fatimah agar mau menerima lamaran keluarga
Muhdar. Dngan persaan galau ditengah ketidak
pastian keberadaan Mashor, Fatimah tidak
berdaya menolak bujukan orang tuanya, hingga
meski dengan berat hati ia mesetujui keinginan
ibu bapaknya untuk menerima lamaran Muhdar,
dia sadar kalau menentang kemauan orang
tuanya sama saja dengan menyakiti perasaan
mereka, padahal menyakiti hati orang tua adalah
perbuatan yang durhaka Dia kenal betul perangai
Muhdar, walaupun kaya tetapi dia tidak
mempunyai budi pekerti dan ilmu agama sebaik
Mashor. Dan ia tidak dapat mendustai hatinya
yang masih tetap setia mencintai Mashor, cinta
yang diyakininya membawa kebahagian di dunia
dan di akhirat, yaitu hidup bersama Mashor,
pemuda yang alim dan baik budi.
Utusan keluarga Muhdar datang melamar,
lengkap dengan barang bawaan, sesuai dengan
derajat kekayaan orang tersebut saat itu. Niat
Muhdar disambut baik oleh keluarga Fatimah,
mereka sepakat untuk mengadakan perkawinan
besar-besaran. Hal ini tidak menjadi beban bagi
Muhdar karena kekayaannya .
Keluarga Muhdar datang dengan beberapa kapal
besar yang membawa jujuran ( mas kawin ).
Ada kapal yang membawa isi kamar
lengkap,perhiasan emas dan batu permata, ada
pakaian wanita yang indah-indah. Bagi keluarga
Muhdor semua itu hal biasa, karena bisnis
dagang keluarga ini hingga ke Singapura berupa
batu permata dan kain. Mereka mempunyai
banyak pelanggan di Singapura. Pada jaman
tersebut sungai Martapura digunakan sebagai
jalur perdagangan. Kapal-kapal besar pedagang
Martapura sering berangkat membawa barang
dagangan ke Pulau Jawa dan Sumatera hingga
Singapura dan Malaysia. Sesuai dengan jalur
perdagangan dunia antara Malaysia dan pulau
Sumatera.
Akhirnya acara pernikahanpun dilangsungkan,
dan pada saat bersamaan Mashor tiba tiba
datang.
Dengan segala kebesaran jiwanya, dan karena
cinta yang tulus kepada Fatimah, Mashor
merelakan Fatimah dinikahkan dengan laki laki
pilihan orang tuanya, ia relakan Fatimah
memenuhi permintaan orang tuanya karena
Fatimah harus berbaktinya kepada ibu bapaknya.
Sebagaimana lazimnya adat, keluarga dan
tetangga bergotong royong menyiapkan
upacara itu, manajak sarubung (membuat tarub)
, manajak tungku pangawahan ( membuat
tongko untuk kuali besar ), menghias rumah dan
kamar pengantin, Dengan segenap kekuatan
jiwanya, menahan perasaan, Mashorpun ikut
membantu segala persiapan itu.
Saat Mashor memindahkan kayu bakar
kesamping rumah, tiba tiba dari jen dela ada
yang membuang sampah dan sampah itu
mengenai Mashor. Mashor menengadah, dan
dari jendela muncul kepala seorang perempuan
yang ternyata adalah Fatimah, mereka bersadu
pandang, tanpa senyum, tak sepatahpun kata
terucap, namun dalam hatinya Mashor berkata
“ duh nasibku, orang kucintai, sudah berjanji
sehiiiiiiiiiiidup semati, kini menikah dengan orang
lain, bahkan kini aku ditimpuki sampah ……………..
Fatimah dalam hatinya juga berkata, maaf Kak
Mashor, kasihan sekali, aku tidak sengaja,
maafkanlah aku Kak! ………………
Malam pertama, sebagai perempuan yang
mengerti dan taat beragama, Fatimah sadar ia
harus melayani suaminya Muhdor. Tapi
disebagian hatinya ada rasa bersalah, besalah
kepada Mashor karena ia pernah berjanji untuk
hidup bersama denganMashor, janji yang diikat
dengan sama sama mengucapkan dua
penggalan kalimah syahadat, sepenggal
diucapkan oleh Mashor dan sepenggal lagi
diucapkan oleh Fatimah.
Fatimah meminta izin kepada Muhdor suaminya,
ntuk meminta ridlo kepada Mashor karena ia
tidak dapat menepati janjinya dulu untuk hidup
bersama. Muhdor mengizinkan dengan syarat
bahwa Fatimah hanya boleh bertemu dan
berbicara kepada Mashor dari depan rumah
sementara Mashor tetap di dalam rumah,
Mashor tidak boleh keluar umah barang
selangkah, dan Fatimah tidak boleh masuk
rumah Mashor selangkah juapun. Muhdor bisa
percaya pada Fatimah karena ia tahu isterinya itu
memang wanita salehah yang dapat dipercaya.
Malam itu, Mashor yang sedang berbaring sedari
tadi, namun matanya tidak kunjung mengantuk,
khayalannya mengembara kemana mana, tiba
tiba ia mendengar langkah kaki, langkah kaki itu
seperti sudah dikenalnya, namun ia tidak
memastikan itu siapa, semakin dekat bunyi
langkah itu semakin jelas, ia seakan mendengar
bunyi langkah kaki Fatimah. Dan Mashor pun
langsung melompat dari pembaringannya begitu
ia mendengar pintu depan rumah diketuk.
Mashor tidak yakin yang datang malam itu
adalah Fatimah, meski demikian ia tetap
membuka pintu tapi tidak mempersilakan
Fatimah masuk, karena ia sadar bahwa yang
datang malam itu adalah isteri orang dan ia
sendiri sedang sendirian dirumah.
Fatimah mengemukakan maksudnya untuk
meminta maaf karena tidak bisa menepati
janjinnya, karenanya ia meminta Mashor agar
sama sama menarik kembali janji mereka dulu
dengan sama mengucapkan kembali dua
kalimah syahadat. Lalu Fatimah mengucapkan
kalimat “Asyhadu allailaha illallah”…. dan Mashor
pun mengucapkan “Asyhadu anna
muhamadarrasulullah”
Fatimah pun pulang. Sepulangnya Fatimah,
mashor kembali dalam kesendiriannya
Mashor yang belum tidur melihat dari kejauhan
warna merah di langit yang menadakan ada
kebakaran besar. Dia yakin kebakaran itu berada
di rumah Fatimah. Tanpa peduli apapun dia
langsung berlari mengambil jukung. Setelah
sampai di rumah Fatimah dia diberitahu bahwa
Fatimah terjebak di dalamnya.
Malam itu, rupanya Muhdar dan Fatimah tidur di
kamar penganten. Belum sempat malam
pertama itu terjadi ternyata rumah Fatimah
terbakar akibat api dapur yang lupa di matikan.
Muhdar lari keluar dengan segera
menyelamatkan diri, tanpa memperdulikan
Fatimah. Api semakin membesar, Fatimah
terjebak di dalamnya.
Sesampainya dirumah Fatimah yang terbakar
itu, dengan kekuatan Cintanya Mashor
menerobos api. Ia menemukan Fatimah dalam
keadaan pingsan karena terlalu banyak
menghirup asap. Dia angkat Fatimah dalam
gendongan melewati api yang besar. Dengan
badannya dia melindungi Fatimah dari jilatan api
dan kayu rumah yang berjatuhan. Setelah dia
sampai diluar, Mashor disambut Muhdar dengan
merebut Fatimah dari pangkuan Mashor.,
Mashor pun pingsan karena terlalu banyak luka
bakar yang dialaminya.
Keluarga Fatimah memerintahkan agar mashor
dirawat kembali di gubuk tempatnya bekerja.
Dan menginginkan agar peristiwa heroic ini
jangan sampai diketahui Fatimah.
Subuh harinya mashor tidak bisa bertahan. Dia
meninggal karena luka bakar yang terlalu parah.
Setelah sholat dzuhur dia dimakamkan di daerah
perkebunan karet tersebut. Atau tepatnya
sekarang berada di desa Tungkaran. Makam
Mashor sederhana dengan nisan ulin. Untuk
mencegah gangguan babi hutan kuburannya
diberi pagar dari bambu.
Semuanya berada di pemakaman, baik teman-
teman Mashor maupun keluarga Fatiamah.
Tetapi Fatimah tidak mengetahui kematian ini. Dia
masih lemah di kamar rumah Muhdar. Dia
masih bertanya di dalam hati bagaimana dia bisa
selamat, padahal suaminya sendiri
meninggalkannya saat kebakaran itu terjadi.
Sewaktu malam hari pertanyaan itu di
keluarkannya pada acil ijah yang sejak kecil
merawatnya. Acil ijah tahu betul perasaan
Fatimah kepada Mashor. Karena tidak dapat
mendustai tuannya yang sejak kecil dia pelihara
tersebut akhirnya dia ceritakan peristiwa
kebakaran itu.
Fatimah yang sangat rindu Mashor akhirnya
menanyakan keberadaan Mashor. Dengan
sangat hati-hati acil ijah menceritakan kematian
Mashor dan memberitahukan letak kuburannya.
Dia berjanji menemani Fatimah besok pagi untuk
ziarah ke kuburan Mashor.
Fatimah Sangat terpukul hatinya mengetahui
pemuda yang menyelamatkannya dan
dicintainya telah tiada. Menangislah Fatimah
sejadinya. Setelah semua orang terlelap tidur,
jam 3 subuh tanpa sepengetahuan yang lain
Fatimah keluar rumah. Dia tidak dapat
menyimpan perasaan rindu dan dukanya.
Tanpa menunggu siang dia bertekad harus
menemukan kekuburan mashor. Dia tidak yakin
kekasihnya sudah meninggal jika tidak
menemukan kuburannya langsung. Dia
seberangi sungai Martapura dan berjalan
menyisir jalan setapak. Dia masih ingat letak
kebun karet keluarganya ketika ayahnya pernah
mengajaknya sewaktu kecil. Malam itu hari hujan
dengan deras tetapi tidak menyurutkan hati
Fatimah, di dalam hatinya hanya ada satu nama
Mashor. Dipikirannya hanya ada satu wajah
Mashor pemuda yang sangat mengerti dirinya.
Setelah tiba di kebun karet keluarganya, Fatimah
tanpa sadar dan mungkin karena ilusi yang
muncul karena obsesinya bertemu mashor, dia
melihat Mashor berdiri, tersenyum
kepadanya di tengah rintik hujan.
Tanpa berpikir panjang Fatimah berlari ingin
memeluk tubuh kekasihnya, melepaskan segala
kerinduannya. Fatimah menubruk tubuh lelaki
itu, hingga ia seniri terjatuh, tanpa disadarinya
pagar yang terbuat dari bambu yang melindungi
kuburan Mashor menusuk tubuh Fatimah tepat
di dadanya. Darah mengucur dan menetes di
atas kubur Mashor dan melumuri nisannya.
Fatimah meninggal dengan senyum, dia yakin
telah menemukan cintanya, NISAN BERDARAH
sebagai saksinya.
Dikutip dan diedit dari tulisan Jazuli Rahman Blog
Xna kool 3 Juli 2009 22:26 oleh QUTUL HAKIR
(Kurniadi ) untuk versi berbeda.
Ditulis oleh arifin62
by alan santri
sumber arifin62.wortdpress.com

1 komentar: