Rabu, 12 Mei 2010

(kisah cinta LAILA & MAJNUN) Baca'an bagi para santri

Laila Majnun, sebuah kisah dari cerita rakyat
arab, tentang kecantikan seorang gadis
bernama Laila, yang menarik hati seorang
pemuda, Qais keturunan Bani Amir.
Qais yang semula pandai, gagah dan berasal
dari kabilah terhormat, menjadi majnun alias
gila, karena kasihnya yang tak sampai. Qais,
yang tersiksa karena takdir yang selalu
memusuhinya, sedang hasrat tak mampu
ditundukan hatinya, menjadikan dia lupa akan
hakikat hidupnya sendiri. Walau kegilaan yang
dialaminya mengilhami tutur bahasa sastra
yang indah, dan ketulusan jiwa dalam derita
cinta, tetap saja sebutan majnun tak dapat
ditepisnya.
Kisah tentang Qais dan Laila yang hidup di
suatu negeri wilayah tanah Arab. Qais yang
berwajah tampan dan Laila yang terkenal akan
kecantikannya, yang menjadi dambaan setiap
laki-laki. Akhirnya cinta mereka kandas karena
adat melarang mereka untuk mengekspresikan
gelora cintanya. Maka, tumpah ruahlah segala
rasa rindu dan cinta dalam bentuk syair dan
puisi yang mengalir menentang takdir mereka.
Suatu ketika Qais memutuskan ikut berniaga
ke negeri lain bersama ayahnya agar kelak ia
memiliki bekal pengetahuan sendiri tentang
perniagaan. Ketika pamit kepada Laila, Qais
memberikan seuntai kalung mutiara sebagai
tanda kesetiaannya. Qais minta Laila berjanji
untuk melepaskan sebuah mutiara dari
untaiannya apabila waktu sudah menunjukkan
bulan baru. Ia pun berjanji akan kembali
sebelum untaian mutiara habis.
Meskipun sangat sedih, Laila merelakan
kekasihnya pergi mencari pengalaman.
Sepeninggal Qais, Laila hanya bermenung diri
dan menciptakan syair sebagai pelambang
rindu. Suatu hari, ayah Laila, Al-Mahdi, pulang
ke rumah bersama seorang tamu bernama
Sad bin Munif, yang diajak menginap. Tamu
itu seorang saudagar kaya raya yang berasal
dari Irak. Ketika berjumpa Laila, Sad bin Munif
langsung jatuh cinta dan melamar Laila kepada
ayahnya. Tanpa sepengetahuan Laila, Al-Mahdi
menerima lamaran tersebut karena tergiur
oleh mas kawin 1.000 dinar dan harta
kekayaan Sad bin Munif. Laila tak berdaya
melawan perintah ayahnya karena adat
memang menyatakan bahwa laki-laki berkuasa
atas perempuan. Sementara itu, Qais yang
telah memasuki bulan ke-9 ikut berniaga ke
negeri-negeri seperti Damsjik, Jerusalem,
Hims, Halab, Anthakijah, Irak, Koefah, hingga
Basrah tidak dapat lagi menahan rindunya
terhadap Laila. Wajahnya tampak muram dan
badannya semakin kurus.
Ayah Qais melihat kesedihan anaknya dan
menanyakan ada apakah gerangan yang telah
mengganggu pikirannya. Akhirnya Qais
berterus terang tentang kisah cintanya dengan
Laila. Demi mendengar penuturan anaknya,
Al-Mulawwah memutuskan segera kembali ke
kampung halamannya dan berjanji akan
melamar Laila untuk Qais. Ketika sampai
kampung halaman, Al-Mulawwah bergegas
menemui ayah Laila dan menawarkan 100
unta sebagai pengganti uang 1.000 dinar yang
telah diberikan Sad bin Munif. Akan tetapi,
dengan sombongnya, ayah Laila menolak
lamaran Al-Mulawwah. Tak berapa lama
kemudian, pesta perkawinan Laila dan Sa �d
bin Munif diselenggarakan secara besar-
besaran. Maka, hancur luluhlah hati Qais. Tak
ada satu obat pun yang bisa menyembuhkan
sakitnya ini, meskipun orangtuanya telah
mendatangkan banyak tabib ternama. Sejak itu
Qais tidak mau berbicara kepada orang lain, ia
sibuk dengan dirinya sendiri dan sering kali
terlihat berbicara sendiri. Karena perilaku aneh
inilah orang sekampungnya memanggil Qais
dengan Majnun, yang berarti kurang
sempurna pikirannya.
Akan halnya Laila, meskipun kini telah menjadi
istri Sad bin Munif, ia tetap mencintai Qais.
Menurut Laila, secara fisik ia boleh menjadi istri
Sad bin Munif, tetapi jiwanya tetap untuk Qais.
Dalam ungkapannya, di dunia Qais dan Laila
bukanlah pasangan suami istri, tetapi di akhirat
mereka menjadi pasangan abadi. Karena tak
kuat menanggung penderitaan cinta ini, Laila
sakit dan selalu memanggil nama Qais.
Akhirnya Qais pun dipanggil untuk menemui
Laila. Ketika mereka bertemu, Laila memberi
pesan terakhir bahwa mereka akan bertemu
nanti di akhirat sebagai sepasang kekasih.
Demi melihat kekasihnya meninggal, putus
asalah Qais. Tak ada lagi keinginannya untuk
hidup. Sehari-hari kerjanya hanya duduk di
pusara Laila hingga akhirnya Qais meninggal.
Maka, jasad Qais pun dibaringkan di samping
pusara Laila.
Kira-kira 10 tahun kemudian, beberapa musafir
menziarahi kubur mereka berdua. Di atas
kedua pusara itu telah tumbuh dua rumpun
bambu yang pucuknya saling berpelukan.
Maka, masyhurlah kisah ini sebagai kisah Laila-
Majnun.
Cinta memang tidak datang tiba-tiba, juga tidak
dapat padam seketika.
Tak seorangpun dapat mengelak jika gelora
asmara tiba-tiba menggelegak.
Tak ada jiwa yang dapat menyangka, jika
badai cinta menggelora di dada.
Cerita roman yang penuh puisi cinta dan
pengorbanan, menjadi inspirasi para pemuja
cinta, yang rela mengorbankan hidupnya demi
cita-cita absurd yang bertema cinta.
Persis cerita shakespeare tentang Romeo &
Juliet yang berujung bunuh diri karena tak sudi
menyerah atas perjuangan cintanya, cerita film
Titanic tentang Rose DeWitt & Jack Dawson,
yang �gagal� mewujudkan cinta mereka dan
tenggelam bersama Titanic yang perkasa,
cerita epik � romantik ini selalu menjadi contoh
khayal para pemujanya, yang selalu
mengagungkan cita-cita cinta mereka.
Banyak orang yang tergelincir kedalam
kekufuran karena api cinta yang menyala-
nyala. Banyak orang tersesat dari jalan surga,
karena tipu daya syahwat yang berbungkus
cinta. By alan santri

1 komentar:

  1. Moga cinta kita tidak melebihi akan cinta kita terhadap rasul allah, . .

    BalasHapus